Rabu, 21 April 2010

Jumat, 02 April 2010

Cegah Gangguan Kesehatan Dengan Minum Air

Air memiliki manfaat penting bagi kesehatan seperti meningkatkan kemampuan kognitif, pencegahan batu dan infeksi kandung kemih hingga mencegah obesitas. Cegah gangguan kesehatan dengan minur air yang cukup.

Air adalah komponen terbesar di dalam tubuh manusia. Kandungannya bervariasi sesuai usia, misalnya pada bayi terdapat 80 persen air, pada orang dewasa sebesar 60 persen dan pada usia lanjut atau di atas 65 tahun sebesar 50 persen.

"Air juga merupakan zat gizi penting bagi kesehatan tubuh karena berperan sebagai pelarut, katalisator, pelumas, pengatur suhu tubuh serta penyedia mineral dan elektrolit," ujar Prof Dr Hardiansyah, MS dalam acara KPPIK (Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran) FKUI di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (20/3).

Prof Hardiansyah menambahkan kekurangan air 1 persen dari berat badan disebut dengan dehidrasi. Kondisi ini menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit tubuh yang ditandai dengan pusing, lelah, penurunan kemampuan fisik dan kognitif serta gangguan kesehatan.

Sedangkan dehidrasi pada tingkat penurunan 2 persen cairan tubuh yang terjadi karena cuaca panas dan olahraga dapat menurunkan konsentrasi, daya ingat sesaat (short-term memory) dan daya tangkap visual bergerak (visual motor tracking).

"Minum air yang cukup dan aman akan mengoptimalkan kesehatan berbagai organ tubuh sehingga dapat menghasilkan urine sebanyak 2 liter sehari yang terbukti mencegah batu ginjal,” ungkap ketua umum Pergizi Pangan Indonesia.

Berdasarkan kajian epidemiologi menunjukkan bahwa tubuh membuang air paling tidak 2 liter. Untuk itu setiap orang dewasa harus mengonsumsi air minum 2-3 liter sehari tergantung suhu dan aktivitas fisik.
Minum soft drink, bir dan jus apel meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal, sedangkan minum air putih, air jeruk nipis, teh dan kopi menurunkan risiko batu ginjal.

"Selain itu minum air yang cukup dan aman tanpa disertai dengan menahan kencing juga turut menurunkan risiko infeksi kandung kemih," tambahnya.
Sebuah penelitian di Indonesia yang dilakukan oleh THRIST (The Indonesian Regional Hydration Study) terhadap status hidrasi pada remaja dan dewasa di dua wilayah ekologis berbeda menunjukkan hasil sebanyak 46,1 persen subyek remaja dan dewasa mengalami dehidrasi.

Didapatkan dehidrasi lebih banyak terjadi pada kelompok usia remaja (15-18 tahun) yaitu sebesar 49,5 persen dibandingkan dengan kelompok usia dewasa (25-55 tahun) yang hanya sekitar 42,5 persen.

"Hasil ini mengungkapkan salah satu penyebab timbulnya masalah dehidrasi adalah rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai air minum termasuk fungsi air, tanda-tanda dehidrasi serta akibat yang ditimbulkan oleh dehidrasi," ujar dokter dari Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) IPB.

Sementara itu Dr dr Parlindungan Siregar, SpPD-KGH mengungkapkan dehidrasi sangat berkaitan dengan infeksi kandung kemih. Karena volume dan aliran air yang rendah akan meningkatkan pertumbuhan bakteri di saluran kemih atas maupun bawah.

"Karena itu jangan menahan dorongan berkemih dan mengonsumsi air yang banyak merupakan kombinasi yang baik untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih," ujar dokter dari divisi ginjal hipertensi FKUI.
Dr Parlindungan menambahkan untuk kelompok usia lanjut (di atas 65 tahun) sangat rentan terhadap asupan air yang tinggi, hal ini dikarenakan mudah terjadinya hiponatremia (kadar hatrium darah yang rendah). Karena itu masyarakat usia lanjut sebaiknya mengonsumsi air sebanyak 1,5 liter.

"Konsumsi air sebanyak 2-3 liter per hari serta tak lebih dari 1,5 liter untuk usia lanjut ditambah tidak menahan diri untuk berkemih sangat dianjurkan dalam mencegah terjadinya batu dan infeksi saluran kemih serta gangguan kesehatan lainnya," ungkap Dr Parlindungan. (int)

Jangan Anggap Remeh Darah di Urine

Beberapa orang mungkin pernah mengalami kencing dengan warna urine coklat seperti darah. Sebaiknya segera diperiksa karena darah dalam urine (hematuria) bisa menjadi tanda adanya gangguan di dalam tubuh.
Hematuria berarti ada darah dalam urine seseorang.

Jika kondisi ini bisa terlihat dengan menggunakan mata maka disebut dengan makroskopik hematuria, sedangkan jika harus melalui mikroskop disebut dengan mikroskopik hematuria. Hematuria terjadi jika terdapat lebih dari 5 sel darah merah/lapang pandangan.

Darah yang terdapat dalam urine ini kemungkinan berkaitan dengan masalah di organ-organ yang berhubungan seperti ginjal, ureter (tabung yang mengangkut urin dari ginjal ke kandung kemih), kandung kemih, prostat dan uretra (tabung yang mengangkut urin keluar dari kandung kemih).

"Penyebab hematuria bisa akibat penyakit glomerular (penyakit ginjal akibat peradangan di glomerulus) atau penyakit non-glomerular. Namun banyak juga kasus hematuria yang tidak diketahui penyebabnya, hal ini menarik perhatian urolog ataupun dokter umum," ujar dr Ponco Birowo, SpU, PhD dalam acara KPPIK (Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu Kedokteran) FKUI di Hotel Borobudur, Jakarta,.

dr Ponco menuturkan masalah non-glomerular bisa diakibatkan olahraga, kontaminasi saat menstruasi dan hubungan seksual. Berdasarkan etiologi hematuria dapat muncul karena adanya trauma, batu, hyperplasia prostate, infeksi atau akibat mengonsumsi obat-obatan tertentu seperti aminoglikosida, anticonvulsants, siklophospamida, quinine dan obat lainnya.

"Faktor risiko untuk hematuria adalah orang berusia 40 tahun atau lebih, merokok, pekerjaannya sering membuat ia terpapar bahan kimia, mengonsumsi obat tertentu atau pernah melakukan iradiasi tulang panggul," ungkap dokter yang mendalami bidang urologi di Jerman.
Sementara dr Fordaoessaleh, SpB, SpU(K) mengungkapkan hematuria itu ada 3 tipe yaitu:

1. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.
2. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang membuat pembuluh darah kecil melebar.

3. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal ini kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau ginjal.

"Keluhan memegang peranan penting untuk menentukan ke arah mana pemeriksaan selanjutnya, seperti kapan terjadi hematuria, bagaimana nyerinya dan daerah mana yang terasa nyeri apakah di pinggang, perut bawah atau perut bagian tengah," ungkap dokter dari departemen urologi FKUI/RSCM.

Untuk mendiagnosis hematuria biasanya dilakukan tes urin dengan menggunakan dipstick, jika hasilnya positif terdapat darah maka dilakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan mikroskop, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan cytology urine dan pemeriksaan fisik.
Jika dalam analisis urine ditemui adanya protein, nitrit atau leukosit, maka kemungkinan terjadi infeksi pada saluran urine (urine tract infection/UTI) yang bisa disebabkan oleh bakteri ataupun virus.

"Apabila penyebabnya tidak diketahui juga, maka harus terus di-follow up selama 6-36 bulan dengan pemeriksaan setiap 6-12 bulan sekali. Dan perawatan yang diberikan tergantung dari penyebabnya sehingga tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria,” ujar dr Ponco.

dr Fordaoessaleh menambahkan hematuria bisa menjadi indikasi adanya gangguan yang serius pada tubuh dan biasanya terjadi tanpa adanya gejala yang muncul sehingga sering diabaikan. Selain itu, mengonsumsi air putih yang banyak sehingga warna urinenya lebih jernih tidak bisa menyembuhkan hematuria. (int)